Soal Ribuan Siswa di Cirebon Tak Bisa Baca, Guru: Kadisdik Jangan Cuci Tangan

Soal Ribuan Siswa di Cirebon Tak Bisa Baca, Guru: Kadisdik Jangan Cuci Tangan

CIREBON - Statemen Kepala Dinas Pendidikan Asdullah Anwar yang menuding guru sebagai penyebab belasan ribu siswa SD tidak bisa membaca, terus menuai reaksi. Satu per satu guru SD pun angkat bicara atas tudingan tersebut. “Benarkah guru bertanggung jawab atau salah total berkaitan para siswa yang tidak bisa membaca? Apakah dapat dibenarkan secara etika seorang pimpinan tertinggi di birokrasi mengeksekusi bawahan karena realitas sebagian para siswa yang tidak bisa membaca?” tegas guru SDN I Winduhaji, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Muhammad Rukhyat Zain kepada Radar, saat ditemui di Gedung PGRI Sumber, Minggu (21/5). Menurutnya, pernyataan-pernyataan para pejabat Dinas Pendidikan bukannya menyejukkan, tapi malah terkesan menyudutkan profesi guru. Dia mengakui, guru dengan segala keterbatasannya, memang memiliki tanggung jawab yang tidak ringan dalam membuat setiap peserta didiknya berprestasi. (Baca: Disdik Salahkan Guru, Asdullah: Siswa Disuruh Baca, Guru malah Main HP) “Ketika masih ada siswa yang belum dapat membaca, kesalahan tidak 100 persen ada pada guru. Bukankah pepatah bijak mengatakan, ketika terjadi kesalahan, yang pantas disalahkan adalah pimpinan yang tak mampu mengelola bawahan?” jelasnya. (Baca: Disdik Sebut 447 Siswa SMP Cirebon Belum Penuhi Kemampuan Efektif Membaca) Sebagai praktisi pendidikan dan pengurus organisasi profesi guru, Zain mempertanyakan, siapakah pimpinan di birokrasi pendidikan hari ini? \"Jangan kemudian ingin cuci tangan dengan menyalahkan birokrasi atau kadisdik dan bupati Cirebon sebelumnya. Ini satu sifat birokrat \'muka dua\'. Pertanyaannya, beranikah kadisdik pada hari ini menyalahkan bupati Cirebon yang berkuasa sekarang?” tantangnya. Sesungguhnya, sambung Zain, apa yang dilakukan birokrat pendidikan nomor satu di Kabupaten Cirebon ini kurang bijak. Padahal sebaliknya, yang harus dilakukan memberi motivasi, apresiasi dan memberikan alternatif pemikiran terbaik, bagaimana kiat sukses mengentaskan buta huruf di Kabupaten Cirebon dengan tidak menyakiti para guru. (Baca: Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Baca, Bupati: Jangan Salahkan Guru) “Menekan bawahan dan menyemir atasan adalah mentalitas beberapa birokrat di negeri ini. Saya percaya Bapak Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon tidak termasuk birokrat “muka dua” yang menginjak bawahan menyemir atasan. Mengapa demikian, karena beliau sebelum menjadi kepala dinas berawal dari guru juga. Jadi sangat memahami kesulitan dalam mendidik,” terangnya. (Baca: 447 Siswa SMP Tidak Bisa Baca, Dewan Pertanyakan Kinerja Dinas Pendidikan) Dia berharap pernyataan-pernyataan kadisdik di surat kabar yang telah terilis, hanya kebablasan ucapan, karena kekecewaan program 0 persen buta huruf masih jauh dari harapan. “Saya berharap sebaiknya kadisdik meminta maaf kepada para guru, karena tidak 100 persen adanya buta huruf kesalahan para guru,” ucapnya. Dia menjelaskan, guru yang main HP dan kinerjanya buruk, sifatnya sangat kasuistis tidak generalis. Kemudian, ungkapan kadisdik yang menyatakan para kepala UPT Pendidikan bermental ABS (asal bapak senang), seolah-olah para guru di Kabupaten Cirebon bermasalah, ini sungguh sangat tidak etis. “Membuka “aib” para guru di media, tidak dapat dibenarkan secara etika dan moral. Birokrat yang sesungguhnya berperan sebagai pelayan bukan eksekutor. Dan birokrat pendidikan pada hakikatnya adalah pelayan pendidikan. Bukankah sejatinya kadisdik adalah pelayan para kepala UPT Pendidikan, sedangkan kepala UPT Pendidikan pelayan para kepala sekolah?” paparnya. Sekretaris Bidang Lintas Instansi PGRI Kabupaten Cirebon itu menyampaikan, kepala sekolah pelayan para guru dan guru adalah pelayan para peserta didik. Inilah realitas etika birokrasi yang sebaiknya diterapkan di lapangan pendidikan. Idealnya, lanjut dia, para birokrat pendidikan saling memuliakan dan bekerja sama. Sama-sama bekerja menyukseskan tujuan pendidikan nasional secara makro. Memberi motivasi kolektif dan mengapresiasi para guru di media massa itu lebih baik, meski tetap memberikan kritik konstruktif. “Bukankah kadisdik sendiri adalah produk masa lalu para guru-gurunya? Ibarat menepuk air di dalam wajan keciprat muka sendiri, buruk rupa cermin dibelah. Ini setidaknya pepatah yang harus kita refleksi bersama. Semoga mulai saat ini dan ke depannya dunia pendidikan Kabupaten Cirebon lebih baik dan berprestasi,” pungkasnya. Guru lainnya, Lukman Wahyudi juga mengaku kecewa dengan sikap Dinas Pendidikan. “Kita tidak terima sikap kepala Dinas Pendidikan yang selalu menyalahkan dan menyudutkan guru,” ujarnya. Seharusnya, kata Lukman, Dinas Pendidikan berterima kasih kepada para guru yang berjuang tidak lelah mengajarkan para siswa. Karena menurutnya, jika tidak ada guru, apakah bisa kepala Dinas Pendidikan beserta jajarannya menangani dan mengajarkan siswa? \"Kita guru, apalagi guru honorer seperti saya ini sudah gaji sangat kecil dan tidak manusiawi, tapi kita tetap terima kondisi ini. Namun malah Disdik menyudutkan kami, ini sangat tidak kami terima,” ucapnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: